Kamis, 22 Januari 2015

Sepenggal cerita dari (sini)



Selamat pagi, pagiku kamu. Senyum hangat terkasih untuk jiwa-jiwa yang senantiasa menyayangiku hingga detik ini. Telah lama sekali jemariku tak menari-nari  di jejeran huruf –huruf tersusun yang mereka namai keyboard ini. Oh iya, sebelumnya apa kabar juga ya dengan gedung itu dan segenap kenangannya. Iya, kampus ungu tentunya, aku rindu setiap deretan  kisahnya. Bermula dari sedikit beku di jumat pagi, jumat pagiku yang sedikit berlalu tanpa tentu. Iya, aku sekarang di sini. Di sebuah Sekolah Dasar di kampungku. Kira-kira berjarak 100 m saja dari rumah. Hari-hari berlalu sejak beberapa bulan lalu toga itu terpasang di kepalaku. Sejak aku tinggalkan kota kenangan yang telah mengenalkanku banyak hal itu. Ah, berbicara tentang kota itu memang tak ada habisnya. Tak terhitung kisah yang telah terukir di sana. Kota tempat aku menimba ilmu, kota tempat aku bercanda ria bersama mereka, semenjak fajar menjelang, hingga senja menjelang, dan malam pun meminang rembulan. Indah sekali bukan? Tak terlupa rasanya kisah-kisah gila di sana bersama mereka. Apalagi di sebuah ruangan kecil yang berkuran kira-kira 4x3 itu. Di sana aku mengenal sahabat-sahabat yang membuat aku tersenyum, mengenalkan aku indahnya pertemuan, dan menyentakkan aku pahitnya perpisahan. Tapi, ya sudahlah. Semua pertemuan dan perpisahan itu tentu saja skenario Tuhan. Yang jelas, sampai kapanpun “KITA” tak kan pernah pudar dalam ingatan.
Kembali ke jumat pagi, genap seminggu aku bergabung di sini, semenjak aku menginjakkan kaki mengantarkan sebuah amplop besar berisikan surat permohonan dan beberapa lampirannya itu. Kejenuhan dan kebuntuan beberapa bulan terakhir ini mungkin alasan awal aku bisa sampai di sini. Hari-hariku di sini cukup menyenangkan meskipun terkesan datar. Entahlah, tak bisa juga ku deskripsikan bagaimana di sini. Kulalui sajalah dulu.

Kamis, 18 April 2013

Sendiri



Sendiri Menyepi..
Tenggelam dalam renungan
Ada apa aku seakan kujauh dari ketenangan
Perlahan kucari, mengapa diriku hampa…
Mungkin ada salah, mungkin ku tersesat,
mungkin dan mungkin lagi…

Oh Tuhan aku merasa
Sendiri menyepi
ingin ku menangis, menyesali diri, mengapa terjadi

sampai kapan ku begini
resah tak bertepi
kembalikan aku pada cahaya-Mu yang sempat menyala

benderang di hidupku..

Perlahan kucari, mengapa diriku hampa
mungkin ada salah mungkin ku tersesat,
mungkin dan mungkin lagi

Oh Tuhan aku merasa..
Sendiri menyepi…
Ingin ku menangis, menyesali diri, mengapa terjadi
Sampai kapan ku begini
Resah tak bertepi
Kembalikan aku pada cahaya-Mu yang sempat menyala
Benderang di hidupku

Oh Tuhan aku merasaaaaaaaa……
seeeeendiri….aku merasa sendiri..

Sampai kapan begini
resah tiada bertepi…Ooohh..
Kuingin cahya-Mu
benderang di hidupku

Sabtu, 13 April 2013

Di Mana Pagiku?



Ada apa dengan pagi ini? ah, sepertinya bukan hanya dengan pagi ini. Hal yang sama juga terjadi dengan pagi-pagi sebelumnya dan mungkin juga dengan pagi-pagi berikutnya. Tapi kuharap tidak begitu. Aku kesal dengan diriku, yang tak mampu menikmati pagi dengan damai. Padahal pagi itu mendamaikan, menentramkan, bagi sebagian besar orang. Tapi kenapa tidak denganku.
Sebenarnya hari ini, aku harus kembali ke kota itu. Kota tempatku menimba ilmu, untuk meraih mimpi-mimpiku. Tapi entah mengapa hati ini terasa berat sekali meninggalkan kampung halamanku. Bagiku di sini lebih mampu menenangkan semua keresahan hati yang tak menentu ini. Di sini lebih mendamaikan, dan menentramkan. Tentu saja, karena ada mereka. Keluarga yang selalu mendukungku sepenuhnya, yang mampu membuatku merasa lebih tegar dalam menjalani kehidupan yang tidak mudah ini.
Tugas kuliah dan masalah-masalah yang akhir-akhir ini menghampiri membuatku merasa begitu jenuh dengan kota itu. Dan aku putuskan menambah satu hari lagi liburku, berharap menemukan semangat itu kembali. Jujur, setelah kepindahan sahabatku, aku merasa sangat janggal untuk berdiam diri di kamar kost-ku. Semua terasa berbeda, aku benar-benar belum siap untuk menjalani semuanya sendiri. Ah, tapi sudahlah.. membicarakan hal itu tidak akan mengubah keadaan, malah hanya akan menambah kesedihan.
Kini yang harus aku pikirkan adalah membiasakan diri dengan semua keadaan baru ini. aku harus terbiasa melakukan semuanya sendiri. Masak sendiri, ke mana-mana sendiri. iya, semuanya serba sendiri. Bahkan aku juga harus membiasakan diri untuk mampu berdamai dengan sepi, bersahabat dengan sunyi. Meski itu yang dari dulu menurutku paling susah, termasuk berdamai dengan diri sendiri. semoga semua keadaan dan perubahan ini akan lebih mendewasakanku. Hanya itu harapku, dan aku yakin, Tuhan juga tidak sia-sia mengujiku dengan rangkaian permasalahan-permasalahan ini. aku akan berusaha sabar. Bersabar dan bersabar, hingga semua akan indah pada waktunya.